Pendidikan Lingkungan Hidup Di
Indonesia
Di
Indonesia sendiri, Pendidikan Lingkungan Hidup—atau disingkat PLH—mulai muncul
pada tahun 1986-an yang pada saat itu bernama Pendidikan Lingkungan Hidup dan
Kependudukan (Suncoko,2016). Pada tahun 2006 Kementerian Lingkungan Hidup
mengeluarkan program Adiwiyata yang diikuti oleh sekolah-sekolah se-Indonesia. Program
Adiwiyata ini diharapkan dapat mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab
dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola
sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan (KLH,2012).
Pada
tahun 1996/1997 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan yang beranggotakan LSM
yang berminat dan menaruh perhatian terhadap Pendidikan Lingkungan Hidup.
Hingga tahun 2010, tercatat 150 anggota Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL,
perorangan dan lembaga) yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan
pendidikan lingkungan hidup. Sedangkan tahun 1998 – 2000 Proyek Swiss Contact
berpusat di VEDC (Vocational Education Development Center) Malang
mengembangkan Pendidikan Lingkungan Hidup pada Sekolah Menengah Kejuruan
melalui 6 PPPG lingkup Kejuruan dengan melakukan pengembangan materi ajar PLH
dan berbagai pelatihan lingkungan hidup bagi guru‐guru Sekolah Menengah Kejuruan termasuk
guru SD, SMP, dan SMA (KLH,2012).
WWF-Indonesia
memiliki salah satu program PLH yang disebut Program Southern Eastern
Sulawesi Subseascape/SESS adalah mendukung pemerintah dalam
pengelolaan kawasan Konservasi Taman Nasional Wakatobi. WWF-Indonesia Program
SESS bekerja sama dengan Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga
(Dikbudpora) Kabupaten Wakatobi. Melalui Forum Musyawarah Guru Muatan Lokal
Daerah (FMGML) Wakatobi, melakukan revisi dan desiminasi bahan ajar PLH
Kelautan dan Budaya Maritim Wakatobi untuk tahun Ajaran 2017/2018. Materi PLH
yang direvisi merupakan materi mata pelajaran muatan lokal untuk pendidikan
dasar (kelas 1-6 SD) dan pendidikan menengah (kelas 7-9 SMP). Materi ajar PLH
sebagai muatan lokal Kelautan dan Budaya Maritim Wakatobi yang direvisi
disesuaikan dengan standar kurikulum 2013 (K-13). Proses pengerjaan revisi dan
desminasi materi PLH ini berlangsung selama bulan April hingga Juni 2016 (Suncoko,2016).
Selain
itu Yayasan Cikananga Konservasi Terpadu (YCKT-PPSC) menggunakan metode SMART (Smart,
Measurable, Action, Realistics, dan Time Bond) dalam melakukan kegiatan PLH. Salah
satu program PLH untuk pelajar adalah melalui kegiatan “Pendidikan Lingkungan
Hidup dan Konservasi Satwa Liar dan Habitatnya” untuk para pelajar di seluruh
wilayah. Kegiatan ini mengedepankan pendidikan tentang pelestarian satwa liar
dan habitatnya.
Pendidikan Lingkungan Hidup Untuk
Anak Usia Dini
Pendidikan
lingkungan hidup (PLH) merupakan sebuah proses pembentukan karakter seseorang
agar memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya. Merubah pola
pikir seseorang menjadi sadar dan peduli dengan lingkungan menjadi hal yang
penting dilakukan sebagai upaya menjaga kelesatarian lingkungan. Melalui
penanaman budaya cinta lingkungan sejak dini, maka generasi masa depan yang
tercipta nantinya adalah generasi yang sadar lingkungan dan peka terhadap
persoalan di masyarakat
Anak-anak
adalah objek yang tepat untuk mendapatkan PLH ini karena mereka memiliki susunan
saraf yang masih berkembang sehingga harus mendapatkan rangsangan positif untuk
membantu berkembangnya susunan sarafnya. Seseorang yang mendapatkan PLH sejak
dini memiliki dasar yang kuat untuk peka terhadap lingkungannya. Sehingga anak-anak
perlu mendapatkan PLH sedini mungkin untuk mengasah kepekaannya terhadap
lingkungan.
Anak-anak
sangat tertarik dengan hal-hal baru. Mengajak anak-anak berjalan-jalan di alam
bebas sambil mengenalkan hal-hal yang ditemui selama perjalanan mampu
memberikan pengalaman pada anak. Menjelaskan nama pohon yang ditemui,
manfaatnya serta mengajak anak untuk menjaga agar pohon tersebut dapat terus
tumbuh.
Manfaat Pendidikan Lingkungan Hidup
PLH
memiliki manfaat yang besar untuk anak usia dini. Kegiatan PLH yang banyak
dilakukan di ruang terbuka mampu merangsang perkembangan motorik anak. Kegiatan
PLH yang banyak melibatkan gerakan motorik memiliki daya tarik tersendiri
sehingga anak-anak senang saat melakukannya.
Anak-anak
bisa mengenal lingkungannya dengan baik. Anak-anak akan terbiasa berada di alam
terbuka bila dikenalkan sejak usia dini. Hal ini juga membantu anak dalam
mengasah kepekaannya terhadap lingkungan. Dengan membiasakan anak terbiasa
dengan PLH anak-anak mampu membangun sebuah hubungan baik hubungan antara
manusia dengan lingkungan maupun dengan sesame manusia.
Tantangan Pendidikan Lingkungan
Hidup Pada Anak Usia Dini
Menurut
Nofijantie (2015) ada enam hal yang menjadi tantangan dalam PLH yaitu kesadaran,
pengetahuan, sikap, keterampilan, partisipasi, dan evaluasi. Kesadaran yaitu
merubah pola pikir anak agar mampu mencintai lingkungannya. Selain itu memberikan
pengetahuan yang cukup sebagai modal dasar agar anak mampu bersikap baik
terhadap lingkungannya. Menjadi role
model tentang keterampilan dalam menjaga lingkungan sehingga anak memiliki
sosok panutan. Melibatkan diri dalam kegiatan lingkungan membuat anak-anak
menjadi lebih berani dalam bertindak. Selain itu melakukan evaluasi terhadap kegiatan
yang sudah dilakukan untuk mengetahui seberapa besar materi yang bisa diterima
oleh anak-anak
Menurut
Supiyanto (2016), tantangan yang dihadapi PLH adalah sarana-prasarana yang
kurang memadai serta fasilitas yang belum mendukung pendidikan lingkungan di
Indonesia. Selain itu juga pemahaman tenaga pendidik serta materi (kurikulum)
terkait pendidikan lingkungan yang masih terbatas.
Implementasi Pendidikan Lingkungan
Hidup Pada Kehidupan Sehari-hari
Menanamkan
kebiasaan baik dalam menjaga lingkungan bisa dilakukan dengan banyak hal dan
memerlukan peran dari berbagai pihak. Menurut Yudistira (2014) keterlibatan
orang tua dan guru dapat memberi teladan yang baik kepada anak-anak dalam menjalankan
kegiatan-kegiatan yang bisa membentuk karakter anak-anak menjadi peduli dengan
lingkungan. Selain menjadi contoh, orang tua juga memiliki peran dalam
memberikan dorongan dan pengingat agar anak-anak mampu menjaga lingkungan
dengan baik. Seperti membuang sampah pada tempatnya, mengajak anak menanam
pohon dan mengenal berbagai macam jenis binatang.
Alam
sebagai media dan tempat belajar anak bisa membantuk mengasah kepekaan dan
kepedulian terhadap berbagai kondisi disekitarnya, seperti menyiram tanaman.
Kegiatan yang banyak dilakukan ditempat terbuka dapat membentuk karakter
anak-anak menjadi bentuk yang positif seperti tanggung jawab, bersosialisasi,
tenggang rasa, bekerjasama dan peduli lingkungan (Yudistira, 21014).
Daftar Pustaka
Kementerian
Lingkungan Hidup.2012.Informasi Mengenai Adiwiyata. http://www.menlh.go.id/informasi-mengenai-adiwiyata/
Nofijantie,
Lilik.2015.MENANAMKAN NILAI KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN MELALUI PENDIDIKAN
LINGKUNGAN HIDUP TANTANGAN BAGI FITK. Dalam : Prosiding Halaqah
Nasional dan Seminar Internasional Pendidikan Islam.
Suncoko,
Rinto Andhi.2016. Mengawal Konservasi dengan
Pendidikan Lingkungan Hidup Sejak Dini. WWF-Indonesia
Program Southern Eastern Sulawesi Subseascape/SESS). http://www.wwf.or.id/?50102/Mengawal-Konservasi-dengan-Pendidikan-Lingkungan-Hidup-Sejak-Dini
Supiyanto,
Bambang.2016.Kebijakan dan Tantangan Pendidikan Lingkungan di
Indonesia.Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Yudistira, Cecep.2014.
Implementasi Pendidikan
Karakter Peduli Lingkungan di Sekolah Alam Ungaran Kabupaten Semarang.Skripsi,
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Yayasan Cikananga Konservasi Terpadu
(YCKT-PPSC).Pendidikan Lingkungan Hidup. http://www.cikanangawildlifecenter.com/?page_id=1427
Tidak ada komentar:
Posting Komentar